Kamis, 24 Februari 2011

PSIKOLOGI ISLAM (NAFSIOLOGI) DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendahuluan.
Setelah tumbangnya ideologi komunis (blok timur) sebagai lawan dari kapitalis (blok barat), Islam muncul atau dimunculkan sebagai tandingan ideologi barat, hal ini disatu sisi meresahkan umat Islam, sebab Islam dipaksa menanggung resiko yang tidak ringan. Islam diberbagai belahan dunia disudutkan dengan bermacam cap, bahkan lebih celaka lagi umat Islam sendiri mengalami Islamophobia merasakan menampakkan simbol-simbol keIslamannya.
Dilain pihak umat Islam merasa tertantang dan bangga dengan adanya stigma tersebut, bahkan umat Islam ada yang terjangkit penyakit uforia sebagian Islam ada yang ingin menginginkan Islamisasi di segala bidang, bahkan dalam bidang-bidang ilpeng yang di anggap sebagai produk sekuler, tidak terkecuali ilmu psikologi. Semangat Islamisasi ilmu itu tergambar jelas dalam pernyataan Prof. Muhammad Qutub, seorang pemikir ternama mesir. Ia mengatakan bahwa kita umat Islam tidak memerlukan psikoligi modern, sebab ilmu itu dengan cabang-cabangnya merupakan kumpulan teori dan praktek dari peradapan asing dan kafir (ahmad mubarok, 2000;264). Usulan itu oleh DR. Malik badri di anggap sebagai tindakan yang berlebihan, sebab hal itu seperti menyuruh membuang barang berharga bersamaan dengan barang yang berguna, membuang berlian dengan sampah, atau marah kepada nyamuk,kemudian membakar kelambu. (Hasan langgulung, 1986;306).
Padahal kita tau bahwa psikologi sebagai disiplin ilmu baru muncul pada akhir abad ke-18 M. namun akar-akarnya menghunjam jauh ke dalam kehidupan primitif umat manusia sejak saman dahulu kala. Bahkan Islampun memberikan kepada psikologi, antara lain melalui ide-ide Ibnu sina tentang ilmu pengobatan jiwa, ide ibnu siirin tentang tefsir mimpi, al Ghosali dan al Muhasibi tentang kajian kepribadian yang banyak di serap psikologi modern (barat) sehingga jika membuang ilmu psikologi modern, terbuang juga warisan Islam di dalamnya, (Hasan Langgulung, ibid). Pada tahun lima puluhan di amerika muncul gerakan psikologi Islam. Gerakan ini menurut langgulung, pada umumnya hanyalah satu bagian dari suatu gerakan yang menyeluruh yang berusaha menentang dan menunjukan alternatif lain terhadap konsepsi manusia. Namun di akui bahwa psikologi Islam masih mengandung banyak problem yang harus di carikan solusinya, di antaranya problem nama, konsep, sistem dll. Dari segi istilah nama beberapa ahli ada yang menamai psikologi Islam oleh jamaluddin ancok, psikolgi fitrah oleh fuad nasori psikologi tasawuf oleh komaruddin hidayah, nafsiologi oleh sukanto mulyomartono.

B. Pengertian Psikologi Islam.
Psikologi secara etimologi mengandung arti ilmu tentang jiwa. Dalam Islam kata jiwa di samakan dengan “an-Nafsu” namun ada juga yang menyamakan dengan istilah “ar-Ruh” seperti psikolog Zuardin Azzainu, tetapi istilah ini lebih populer dari istilah ar-Ruh, karena “Psikologi” dalam bahasa Arab lebih populer diterjemahkan dengan ilmu ”an-Nafsu” daripada ilmu ar-Ruh bahkan Sukanto Mulyo Martono lebih khusus menyebutnya dengan istilah Nafsiologi. Penggunaan isilah tersebut di sebabkan karna obyek kajian psikologi adalah an-Nafsu sebagai aspek psikofisik dari manusia. Perlu dipahami bahwa istilah an-Nafsu berbeda dengan term soul dan psyche dalam psikolgi kontemporer barat. an-Nafsu adalah gabungan antara substansi jasmani dan rohani, sedangkan soul dan psychi hanya berkaitan dengan aspek psikis manusia (Abdul Mujib dan Yusuf Muzakkir: 2001;4).
Sebagai sebuah diskursus yang relatif masih baru psikologi Islam sering ditanggapi dengan berbagi persepsi dan interpretasi yang bermacam-macam.
Berikut adalah definisi psikologi Islam menurut para psikolog muslim: “psikologi Islam adalah ilmu yang berbicara tentang manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang bersifat filsafat, teori, metodologi dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (Al-Qur’an dan Al-hadits) dan akal, indra dan intuisi (Jamaluddin Ancok, 1994;144).
Psikologi Islam adalah konsep psikologi modern yang telah mengalami proses filterisasi dan di dalamnya terdapat wawasan Islam (Jamaluddin, Ibid;146). Psikologi Islam dalah perspektif Islam terhadap psikologi modern dengan membuang konsep-konsep yang tidak sesuai atau bertentangan dengan Islam (Ibid).
Psikologi Islam ialah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola prilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman intraksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam kerohanian, dengan tjuan menngkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan (Hanna Djumhanna Bastaman, 1996;45).
Psikologi Islam sebenarnya merupakan pandangan Islam tentang “manusia” yang tidak harus dikait-kaitkan dengan pandangan psiklogi barat. Dasar pendidikan psikologi barat adalah spekulatif philoshopis tentang manusia, sedangkan psikologi Islam didasarkan atas sumber otentik yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. (Jamaluddin Ancok dan Fuad Nasori: 1995;139). Sebagai kesimpulannya dapat dirumuskan bahwa psikologi Islam adalah kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan prilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kwalitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkn kebahagiaan hidup didunia dan di akherat.

C. Ruang Lingkup Psikologi Islam.
Jika ruang lingkup psikologi modern terbatas pada tiga dimensi; fisik-biologis, kejiwaan dan sosio kultural, maka ruang lingkup psikiologi Islam disamping tiga hal tersebut juga mencakup dimensi kerohanian, dimensi spiritual, suatu wilayah yang tak pernah disentuh oleh psikologi barat karena perbedaan pijakan. Psikologi Islam akan mengkaji jiwa dengan memperhatikan badan, keadaan badan manusia sebagai cerminan jiwanya, jadi ekspresi badan adalah salah satu fenomena kaejiawaan. Dalam merumuskan siapa manusia, psikologi Islam tidak hanya melihat dari aspek prilaku badannya saja. Psikologi Islam bermaksuk menjelaskan manusia dengan memulai dari apa kata Tuhan tentang manusia, sebab dalam diri manusia terdapat kompleksitas yang hanya Tuhanlah yang mampu memahaminya.
Kajian tentang manusia meliputi komponen-komponen yang oleh para ilmuwan Islam berbeda pendapat tentang apa saja, kedudukan dan fungsi dari komponen-komponen tersebut. Abdul Razak Al-Kasyani, misalnya mejelaskan bahwa komponen- komponen yang ada dalam diri manusia meliputi ruh, jiwa, hati, dan akal. Menurut Al-Kasyani pada awalnya adalah substansi ruh dan substansi jasad. Setelah keduanya sulit berkomunikasi diciptakanlah jiwa yang merupakan perantara tubuh/jasad dengan ruh. Bisa dikatakan bahwa jiwa terletak antara tubuh dan ruh. Selanjutnya, letak dari hati adalah antara jiwa dan ruh. Selain Al-Kasyani, banyak ahli yang memiliki pandangan tentangan struktur komponen jiwa manusia. Amir bin Usman Al-Makky, sebagaimana diungkapkan oleh Shigeru Kamada, membagi komponen manusia terdiri dari empat tataran, yaitu: raga (tan), qalbu (dil), ruh (jan), dan rahasia (sir). Imam Al-Gazali menghadirkan istilah-istilah ruh, akal, hati, nafsu syahwat, dan-Nafsu ghadhab. Hati adalah raja, akal adalah perdana menteri, nafsu syahwat adalah tax collector pengumpul pajak, sedangkan-Nafsu ghadhab adalah diumpamakan sebagai polisi. Ruh adalah bagian akal yang paling tinggi. Senada dengan Al-Gazali adalah Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir membagi komponen rohani atas qalbu, akal, dan-Nafsu. (Fuad Nasari, Potensi-Potensi Manusia; 111-112). Sedikit berbeda dengan pandangan Al-Gazali, Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir, Ahmad Mubarak menegaskan bahwa subsistem jiwa terdiri atas: qalbu, ruh, akal dan basyrah. Qalbu adalah alat untuk memahami realita dan nilai-nilai. Qalbu memiliki karakter tidak konsisten. Akal merupakan alat potensi untuk menerima ilmu pengetahuan. Ruh merupakan substansi dalam jiwa manusia yang memliki sifat-sifat positif secara alamiah. Terakhir adalah basyirah, yaitu ketajaman hati atau kecerdasan dan kemantapan dalam agama, dan keyakinan dalam hal agama dan realitas. (A. Mubarak, Jiwa Dalam Al-Qur’a; 109-112).
Menyikapi berbagai uraian di atas, bahwa ruang lingkup psikologi Islam pada awalnya adalah manusia yang memiliki dua substansi asal, yatu ruh dan tubuh (jasad, jism). Ketika keduanya bertemu, maka lahirlah substansi ketiga yaitu jiwa. Jiwa ini bukanlah alat, tetapi ia merupakan sub sistem di mana komponen-komponen yang ada di dalam dirinya berada dalam wadaq jiwa itu. Wadaq jiwa tersebut terdiri atas qalbu, akal, dan-Nafsu. Bagaimana kualitas jiwa sangat bergantung kepada tingkat berfungsinya alat-alat yang bekerja dalam wadaq jiwa tersebut.

D. Latar Belakang (Manfaat dan Tujuan).
Paling tidak terdapat dua latar belakang bagi perlunya kehadiran psikologi Islam yang telah banyak disebutkan oleh para ahli psikologi, yang pertama, Islam mempunyai sudut pandang yang fundamental terhadap diri manusia dan segala keadaannya, berbeda dengan sudut pandang psikologi konvensional (barat) baik dari aspek filosofi, metodologi, dan pendekatannya. Al-qur’an sebagai sumber pertama Islam mempunyai pandangan-pandangan sendiri tentang manusia, melalui Al-Qur’an Allah memberitahukan banyak tentang rahasia-rahasia manusia. Untuk mengetahui tentang hakikat manusia secara filosofis Al-Qur’an menjadi acuan utama bagi pengembangan ilmu psikologi. Psikologi barat yang berkembang saat ini mempunyai kelemahan- kelemahan yang bersifat fundamentalis, baik secara filosofis maupun secara praktis. Psiko analisis Sigmund Freud ,menganggap sinting (delusi) orang yang percaya Tuhan dan aliran behavioristik tidak peduli akan adanya Tuhan. Hal ini akan mendorong akan pentingnya adanya psikologi yang berwawasan theosentris (berketuhanan) yaitu psikologi Islam. Alasan kedua adalah adanya kesadaran bahwa psikologi modern menghadapi beragam krisis. Ahli-ahli psikologi modern baik dari kalangan muslim maupun non muslim telah melontarkan sejumlah kritik terhadap psikologi modern. Malik B. Badri seorang ilmuwan muslim dari Sudan telah melakukan koreksi teoritis dan praktis terhadap psikologi modern. Bahkan Gordon Westland (1978) seorang ilmuwan psikologi barat memandang bahwa krisis psikologi modern telah berkembang sedemikian jauh hingga dapat dikategorikan menjadi berbagai macam krisis. Diantaranya adalah krisis kegunaan (The usefullness crisis), krisis laboratorium (Laboratory crisis), krisis filsafat (The philosophical crisis), krisis profesi (The professional crisis), krisis etika (The ethical crisis), dan krisis resolusi (The resolution crisis). (Jamaluddin Ancok dan Fuad Nasori: 1995; 139).
Tugas psikologi Islam berbeda debgan psikologi barat, psikologi barat hanya menerangkan (explanation) memprediksi (prediction) dan mengontrol (countroling) terhadap prilaku manusia. Sedang psikologi Islam menerangkan, memprediksi, mengontrol dan mengarahkan untuk memperolrh ridho Allah. Jadi misi utama psikologi Islam adalah menyelamatkan manusia dan mengantarkan manusia untuk memenuhi kecenderungan alaminya dan fitrahnya untuk kembali kepada Allah SWT. Psikologi Islam dibangun dengan menggunakan Al-Qur’an sebagain acuan utamanya dan Al-qur’an diturunkan bukan semata-mata untuk umat Islam melainkan untuk kebaikan manusia (Q.S. 14: 1) karena itu psikologi Islam dibangun dengan arah untuk kesejahteraan manusia. Tujuan utama pengembangan psikologi Islam adalah untuk memecahkan problem dan mengembangkan potensi individual dan komunal manusia melalui cara yang tepat dalam memahami hidup mereka.

E. Penerapan Psikologi Islam (nafsiologi) Dalam Pendidikan.
Psikologi Islam sebagai salah satu disiplin ilmu yang dibangun dan dikembangkan atas prinsip-prinsip al-Qur’an dan as-Sunah, di samping mengemban misi untuk menerangkan, memprediksi, mengontrol dan mengantarkan manusia dalam memenuhi kecenderungan untuk kembali kehadiratnya, juga untuk mengarahkan mencapai rido-Nya. Sumber psikologi Islam tidak hanya al-Qur’an dan Sunah tetapi juga pemikiran para ulama, oleh karena itu kami akan mencoba mengungkapkan salah satu sumber psikologi Islam yaitu “tasawuf” yang oleh barat di sebut istilah “sufisme”. Sufisme adalah dimensi batiniah (esoterik), dalam agama Islam sebagai sisi lain dari demensi lahiriah (eksoterik), dan banyak pihak yang berkeyakinan bahwa tasawuf merupakan inti dari ajaran Islam. Sufisme Islam dapat di jadikan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan psikologi Islam, seperti ar-ruh, an-nafsu, al-aqlu, al-qolbu, kondisi psycho mistis, penyakit hati dan berbagai macam metode untuk meningkatkan derajat kemanusian menuju insan kamil (Fuad Nashari, 1994; 105).

F. Kesimpulan.
1. Menurut kami psikologi Islam adalah psikologi konvensional barat yang telah di jiwai dan dijastifikasi oleh Islam. Alasannya adalah psiko manusia sebagai obyek kajiannya telah mendapatkan kajian dan penelitian ilmiah oleh barat secara riil, rasional, dan terbukti bermamfaat dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan masyarakat. Dan ini merupakan dari bagian sunatullah atau hukum alam yang telah di letakkan oleh Allah di bumi, yang telah di kaji oleh ilmuan barat mendahului umat Islam. Padahal Allah telah menganjurkan untuk menkaji hukum alam ini, yang di antaranya psiko manusia. Tema-tema seperti pikiran, ingatan, imajinasi, ilusi, potensi, halusinasi, dan lain sebagainya banyak mendapatkan perhatian dalam kajiamn barat. Dalam Islam tema-tema tersebut kurang mendapatkan kajian mendalam yang berangkat dari nash-nash al-qur’an dan hadis yang di padikan dengan kajian impiris dan eksperimen.
2. Tema-tema seperti ruh, qalbu, nafsu dan aqlu adalah tema yang mendapakan kajian dalam Islam, kajian yang berangkat dari nas-nas al-Qur’an dan Hadis tetapi kurang dalam kajian empiris dan eksperimen, seperti kajian imam ibn al-Qoyyim al-jauzi dalam kitabnya “ar-Ruh”, imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin juz 3 dan Syaikh Said Hawwa dalam kitabnya “Tarbiat ar-Ruiyah”. Mereka telah melakukan kajian yang mendalam pada empat tema ini. Dan tema-tema ini juga banyak mendapatkan kajian dalam referensi kaum sufi.
3. Kajian mutakhir dari psikolog muslim tentang psikologi yang betul-betul berangkat dari nas al-Qur’an dan al-Hadist yang dipadukan dengan kajian empris dan eksperimen masih belum banyak ditemukan, karena itu bisa dikatakan bahwa psikologi Islam masih dalam proses perkembangan.
4. Kajian yang dilakukan sebagian ahli psikologi Islam berkaitan dengan potensi ar-Ruh, an-Nafs, al-Qalb, al-Aql bisa memberikan jalan awal bagi perkembangan kajian ini, dan juga bagi dunia pendidikan yang sekarang ini mengalami kemerosotan mutu pendidikan.

http://www.rudy.isgreat.org