Senin, 28 Desember 2009

Manaqib KH. Hasyim Asy'ari

JALAN DAKWAH
HADLRATUS SYAIKH K.H. MUHAMMAD HASYIM ASY'ARI


Hari ini kita semua akan mengenang perjalanan dakwah seorang tokoh nasional. Beliau ini bukan hanya milik Pondok Pesantren Tebuireng, melainkan milik umat Islam di negeri ini. Bahkan milik umat sedunia. Beliau dilahirkan 142 tahun yang silam dalam hitungan Hijriah, jika dalam hitungan Masehi 127 tahun. Tepatnya tanggal 24 Dzul Qo'dah 1287 Hijriah atau 14 Pebruari 1871. Beliau memiliki silsilah keturunan dari orang sholeh yang mengembangkan dakwah. Salah satu silsilah menyebutkan, bahwa beliau berasal dari keturunan dari menantu Sunan Gunung Jati yaitu Sayyid Abdurrahman bin Umar bin Muhammad bin Abu Bakar Basyaiban. Beliau berasal dari Hadlramaut Yaman.

Masa Kelahiran
Sebelum lahir, tanda-tanda khoriqul ‘addah telah tampak pada calon bayi Hadratus Syekh. 14 bulan lamanya beliau berada dalam kandungan sang ibu. Hal ini menandakan kecemerlangan bayi. Nyai Halimah, Sang Ibu, pernah bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh dari langit tepat mengenai perutnya yang sedang mengandung.
Semasa mengandung pula, beliau menjalankan tirakat dan riyadhah berupa puasa, shalat malam, membaca Al-qur’an dan bedzikir. Suatu ketika beliau terkejut melihat berasnya berubah menjadi emas. Lalu beliau bergegas melaksanakan salat dhuha. Dan berdoa:“Ya Allah, hamba tidak meminta harta. Hamba hanya meminta agar keturunan hamba menjadi orang-orang yang baik dan berguna bagi agama-Mu”
Garis Nasab
Sudah menjadi sunnatullah, dimana orang baik menunjukkan nasabnya juga baik. Begitu juga Hadratus Syekh, bila ditarik ke atas nasab beliau akan bersambung kepada Nabi Muhmmad SAW, lewat Maulana Ishaq. Berikut rekapannya;
M. Hasyim bin M. Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim (Pangeran Benowo) bin Abdurrahman (Joko Tingkir) bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq (Ayah Sunan Giri) bin Ibrahim Asmoro (Palang Tuban) bin Jamaluddin Akbar al-Husaini bin Ahmad Jalaludin Syah bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Muhajir bin Alawi Hadramaut bin Muhammad Shahibu Marbat bin Ali Choli’ Qosan bin Alawi Muhammad bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Al-basri bin Muhammad An-naqib bin Ali Uraidli bin Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Sayyidah Fatimah binti Rasulillah Muhammad SAW.
Ibunya, Nyai Halimah, adalah putri Kiai Utsman, pendiri pondok Gedang. Karena beliau ahli thoriqat, maka pondok beliau ini masyhur akan ilmu thariqatnya.
Ayahnya, Kiai Muhammad Asy’ari, adalah seorang ulama’ tangguh berasal dari Jawa Tengah. Menuntut ilmu di Demak, Kudus, Jombang. Lalu beliau mendirikan masjid dan pondok di desa Keras Jombang. Dan di sanalah beliau dimakamkan. Menurut keyakinan masyarakat, tanah makam Kiai Asy’ari dapat digunakan untuk pengobatan.
Perjalanan Keilmuan Beliau
Ketika usianya mencapai 8 tahun, Hasyim kecil menerima didikan dari sang Ayah hingga usia 13 tahun. Sebelumnya ia telah dididik oleh kakeknya di pesantren Gedang.
Ketika usinya genap 15 tahun beliau telah menimba ilmu ke berbagai pondok pesantren, semisal:
1. Pondok Pesantren Wonokoyo Pasuruan
2. Pondok Pesantren Langitan Tuban
3. Pondok Pesantren Tenggilis Surabaya
4. Pondok Pesantren Kiai Kholil Bangkalan Madura
5. Pondok Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo
Beliau belum puas dengan apa yang telah didapatnya. sekitar tahun 1892 M. beliau meneruskan menimba ilmu di kota suci Mekkah al Mukaromah pada guru-guru yang sangat disegani saat itu dan ulama'-ulama' besar, di antaranya yaitu:
1. Syech Nawawi al-Bantani
2. Syech Mahfudz at Turmusi,
3. Syech Abdus Syakur asal Surabaya
4. Syech Syuaib bin Abdurrahman
5. Syech Khotib Minangkabau
6. Syech Ahmad Amin al Aththar
7. Syech Ibrahim Arab
8. Syech Said Yamani
9. Syech Rahmatullah
10. Syech Sholeh Bafadlol
11. Sayyid Abbas Al Maliki (Kakek Abuya Sayyid Muhammad al Maliki)
12. Sayyid Sulthon Hasyim ad Dagrustani
13. Sayyid Abdullah az Zawawi
14. Sayyid Ahmad bin Hasan al Aththos
15. Sayyid Alwi bin Ahmad as Saqqaf
16. Sayyid Abu Bakar Syatha ad Dimyati
17. Sayyid Husain al Habsyi
Beliau menimba ilmu di Mekkah selama tujuh tahun. Pada saat beliau hendak kembali mengabdikan ilmunya di tanah kelahirannya. Saat akan pulang beliau bersama temen-temennya yang dari berbagai negara, di antaranya Birma, Turkistan, Malaisia dan Afrika mendiskusikan kondisi masing-masing negerinya. Bahan diskusinya adalah cengkraman kolonial Belanda. Bagaimana peran dan strategi dalam melawan bangsa penjajah, Belanda. Inilah kegelisahan yang ada dalam darah muda Kyai Hasyim As'ari.
Gerakkan Dakwah; Jalin Ukhuwah dan Rapatkan Barisan
Di depan Multazam-Ka'bah, di malam Romadlon, mereka bersepakat untuk membuat gerakkan dakwah secara strategi yang matang dalam membina umat. Gerakkan dakwah dimaksudkan untuk mengusir bangsa penjajah, seperti bangsa Belanda. Semangat muda untuk menyebarkan dakwah yang lurus merupakan karakter beliau. Tanpa ada pamrih duniawi. Apalagi beliau mendapatkan isnad Bukhori dari Syech Mahfudz at Turmusi. Landasan keilmuan yang luas, mendalam dan lurus menjadi modal yang sangat bermakna bagi beliau dalam membangun tatanan dakwah dan jam'iyah.
Sekitar tahun 1899 beliau memulai membangun komunitas dakwah di daerah Tebuireng Jombang, yaitu di sini ini. Merintis komunitas dakwah pasti mendapatkan beribu hambatan dan rintangan. Selain rintangan dari para pemabuk, para penjahat, dan orang-orang awam. Beliau mendapatkan serangan dari para pembesar bangsa penjajah, Belanda. Komunitas yang dibangun beliau merupakan ancaman bagi Belanda, maka bangsa penjajah ini menggunakan segala cara untuk menghentikan langkah dakwah Kyai Hasyim As'ary. Mulai dari fitnah, serangan fisik, dan tipu daya. Walhasil pada tahun 1914 pasukan bangsa penjajah membumihanguskan komunitas dakwah Tebuireng. Semua bangunan dihancurkan. Kitab-kitab rujukan dibakar. Dan para santri, para penduduk yang sudah setia juga menjadi korban kebrutalan bangsa penjajah.
Jiwa besar seorang ulama' sebagai pewaris nabi dan sekaligus seorang pejuang, tidak luntur, tidak lenyap, dan tidak takut dengan segala resiko dalam membangun komunitas dakwah. Strategi beliau pasca serangan Belanda adalah membangun kekuatan dengan menjalin komunikasi dan koordinasi seluruh pesantren di Jawa dan Madura. Sosok beliau yang teguh dalam memegang prinsip dan teguh dalam menjalankan fungsi gerakkan melalui jalinan komunikasi dan koordinasi mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan. Yang semula dakwahnya pisah-pisah, belum ada ikatan komunikasi dan koordinasi akhirnya terbentuk. Berawal dari sini, Tebuireng menjadi kiblat pesantren terutama di Jawa dan Madura. Sekali lagi, beliau memulai mengikat tali ukhuwah yang lepas dan tercerai berai agar menjadi ikatan sapu lidi yang memiliki makna dan kekuatan.
Pada akhir abad 19 memasuki awal abad 20 perkembangan dan tantangan dakwah berkembang. Tidak lagi dari bangsa penjajah, tetapi dari paham yang diadopsi dari pemikiran Rasyid Ridlo dan Muhammad Abduh, mulai dikembangkan di masyarakat. Mereka inilah yang sejak awal menamakan dirinya kelompok modernis. Komunitas yang terbangun mulai terjadi keretakkan akibat racun khilafiah yang dibesar-besarkan oleh kaum modernis. Dua tantangan harus dihadapi oleh beliau. Kecerdasan dan wawasan ke depan yang luar biasa, maka beliau kemudian menggagas gerakkan para ulama agar bersatu, bangkit melawan penjajah di bawah payung koordinasi dan komunikasi sehingga tidak tercerai berai. Gerakkan jam'iah yang beliau pimpin berkembang dengan baik, pesat mendapat dukung para pejuang dan ulama'. Hal ini semua merupakan keberhasilan beliau dalam mendirikan, memimpin, merawat Nahdlotul Ulama' (31 Januari 1926). Yaitu jam'iah gerakan dakwah para ulama'. Kebesaran belaiu dengan Nahdlotul Ulama'-nya menjadikan bangsa penjajah ketakutan dan merencanakan serangan untuk menghancurkan. Berbagai tipu daya dirancang oleh bangsa penjajah.
Kebesaran Kyai Hasyim menyedot para tokoh pejuang untuk meminta pentunjuk, fatwa dan do'a. Semisal Bung Tomo, Jendral Sudirman dan tokoh-tokoh lainnya. Salah satu fatwa Kyai Hasyim adalah ditetapkannya perang suci dalam melawan NICA. Gerakkan beliau dalam mengobarkan api perjuang dijalankan terus hingga akhir kehidupan beliau. Tujuh Romadlon 1366 H atau 25 Juli 1947 sekitar pukul 3 pagi beliau dipanggil oleh Allah Ta'ala. Gerakkan yang telah beliau rintis ditinggalkan untuk dilanjutkan. Siapakah yang akan melanjutkannya. Tentu para ulama'.
Jika tidak berlebihan kami akan menitik beratkan pada simpulan bahwa visi, misi, tujuan, target dan program gerakkan dakwah Kyai Hasyim As'ari adalah upaya membangun jalinan komunikasi antar ulama, antar pimpinan lembaga dakwah, antar khodimul ma'had, para pengasuh pesantren dan seluruh pejuang, ini yang pertama.
Kedua adalah upaya secara sistematis dalam membangun komunitas menegakan kehidupan yang dilandasi oleh syariat Islam. Beliau secara konsisten mempertahankan syariat Islam hingga akhir kehidupan beliau. Mari kita lihat perjuangan beliau, di samping melalui NU juga melalui Masyumi. Beliau memimpin gerakkan yang diusung oleh Masyumi. Lebih dalam lagi kita dapat melihat bagaimana semasa perjuang beliau dengan para tokoh Islam telah meletakkan landasan bernegara dalam piagam Jakarta.
Ketiga adalah melancarkan serangan pada bangsa penjajah merupakan perang suci. Jihad fi sabillah. Selamanya bangsa penjajah akan mematikan api perjuangan. Kyai Hasyim As'ari telah meneladani bagaimana cara melawan dan strategi dalam menghadapi bangsa penjajah. Dapat ditelusuri dalam sejah beliau, bahwa beliau juga pernah di penjajar oleh bangsa penjajah di Jombang dan Mojokerto.
Keempat, jam'iyah yang beliau bangun dan ditinggalkan pada kita, para ulama' ini semestinya diteruskan untuk menjalankan fungsi sesuai tujuan syariat Islam itu diturunkan.

Minggu, 15 November 2009

Pendidikan Harus Mahal

Oleh: A. Mudhfar Ma’ruf

Banyak di antara kita yang memandang pendidikan sebagai hal yang kedua di dalam kehidupan ini. Pikiran kita sering terbawa dan terpengaruh oleh pikiran kaum urban yang terus menggerogoti otak masyarakat Indonesia. Di antaranya banyak yang percaya (baca: yakin) bahwa kesuksesan hidup ini ditentukan oleh harta dan tahta (kedudukan). Kalau tidak kaya tidak akan makan, kalau tidak punya kedudukan tidak akan terhormat. Salah satu contoh kecil, banyak para orang tua yang bertanya kepada anak-anak mereka kelak mau jadi apa.
Pertanyaan tersebut boleh dan sah-sah saja bahkan dianjurkan untuk memotivasi anak dengan cita-cita yang positif. Namun pertanyaan tersebut tidak boleh berhenti sampai di situ saja, karena hal tersebut akan menyebabkan mereka terpaku dengan angan-angan mereka yang akhirnya berakibat munculnya generasi yang tulul amal (panjang angan-angan). Kalau angan-angan tersebut tidak terpenuhi bisa-bisa mereka akan stres. Pertanyaan tersebut harus diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Misalnya: ”Kalau ingin jadi polisi harus pintar atau bodoh? Kalau ingin pintar harus rajin belajar atau tidak? Sekolahnya di mana? Yang bagaimana? Atau beberapa contoh pertanyaan lainnya.

Tingkatkan Standar Pendidikan
Upaya peningkatan kualitas pendidikan dari tahun ke tahun selalu menjadi program pemerintah. Salah satunya dengan ditetapkannya UU. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kualitas pendidikan ditentukan oleh penyempurnaan integral dari seluruh komponen pendidikan seperti kualitas guru, penyebaran guru yang merata, kurikulum, sarana dan prasarana yang memadai, suasana PBM yang kondusif, dan kualitas guru yang meningkat dan didukung oleh kebijakan pemerintah.
Keinginan dan kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang bermutu semakin lama semakin meningkat seiring dengan kesadaran akan pembangunan yang tidak pernah berhenti. Hal ini disadari oleh pemerintah untuk terus membenahi sistem pendidikan bangsa. Munculnya konsep Sekolah Standar Nasional (SSN) merupakan salah satu tuntutan pasar yang berkembang. Apalagi, pasal 35 UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan kita memiliki Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP mencakup standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.
Menurut Tilaar, Pendidikan harus punya standar. Kenapa? Karena standarisasi pendidikan nasional adalah sebuah kebutuhan dan tuntutan, baik tuntutan politik, tuntutan globalisasi, dan tuntutan dari kemajuan (progress). Namun harus diingat, bahwa standar tersebut bukanlah hal yang kaku atau hanya menjadi sertifikat yang bisa berpuas dan berbangga diri secara formalitas, tetapi standar yang harus dipenuhi dan diupayakan untuk terus-menerus ditingkatkan.
Langkah Depdiknas untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu didukung sekolah dan para stakeholdernya, yaitu siswa, orang tua siswa, pengguna lulusan, dan kelompok masyarakat lain. Selama ini apabila membicarakan masalah mutu SDM yang rendah, institusi pendidikan sebagai salah satu yang dipermasalahkan. Hasil survei lembaga konsultan dari Hong Kong, The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyimpulkan, SDM berkualitas rendah karena mutu sistem pendidikan yang rendah.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita semua perlu melihat dengan lebih seksama kepada pendidikan anak-anak kita, terutama kepada lembaga pendidikan di mana anak kita belajar. Saatnya kita perlu bertanya: ”Kenapa anak kita lebih rajin jika belajar mata pelajaran tertentu dan malas jika belajar pelajaran yang lain? Kenapa anak kita semangat berangkat sekolah pada hari dan waktu tertentu? Kenapa antara sekolah A dan sekolah B kompetensi lulusannya tidak sama? Kenapa anak kita tidak pernah memenangkan perlombaan ilmiah mewakili sekolahnya yang bonafit dan SPP-nya mahal? Sedangkan anak tetangga sering mendapatkan penghargaan dalam lomba yang sama mewakili sekolahnya yang SPP-nya jauh lebih murah?
Pertanyaan-pertanyaan di atas harusnya menjadi momok bagi orang tua demi pendidikan anak mereka. Namun sebenarnya pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa diwakili dengan satu pertanyan: Bagaimana memilih sekolah yang baik untuk anak-anak kita?

Carilah Sekolah yang Mahal
Banyak kiat yang bisa dilakukan para orang tua untuk mendapatkan pendididkan yang bagus buat anak-anak mereka. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendidikan bangsa. Namun di forum yang terbatas ini penulis tidak akan mengulasnya terlalu luas. Penulis hanya mensitir dari buah pikiran pemerintah tentang standarisasi pendidikan dan mengemasnya dengan lebih praktis agar bisa langsung diketahui oleh para orang tua, guru, dan pimpinan sekolah serta masyarakat. Untuk meningkatkan pendidikan bangsa harus dimulai dari yang kecil yang bisa dilakukan yaitu dengan me-mahal-kan pendidikan di sekolah.
1. Guru harus Mahal
Guru menempati posisi pertama karena guru menjadi ujung tombak berhasilnya pendidikan. Oleh karena itu guru dituntut untuk :
a. Efektif dan Profesional, keberadaan seorang guru di kelas atau di suatu sekolah betul-betul menjadi suatu yang patut diperhitungkan. Guru dituntut untuk betul-betul siap menjadi seorang pendidik. Dengan perencanaan, persiapan dan bahan ajar serta evaluasi yang siap disampaikan kepada anak didik. Jangan sampai sekolah harus dibuat kecewa atau menyesal karena telah mengangkat dan menggaji tenaga pengajar yang wujuduhu ka ’adamihi (keberadaannya sama dengan ketiadaannya).
b. Cerdas dan Kreatif, seorang guru ketika berada di kelas seperti seorang pesulap dihadapan penonton. Ia bisa menghipnotis anak didiknya sehingga si anak didik suka dan terbawa kepada pelajaran yang disampaikan. Guru yang diharapkan keberadaannya di kelas dan disesali apabila berhalangan hadir. Bukan sebaliknnya, guru yang disesali keberadaannya dan disenangi apabila absen. Oleh karena itu guru harus inovatif, tahu dan peka kapan anak didik semangat ataupun bosan. Guru dituntut untuk terus belajar dan mengetahui model-model pembelajaran yang bisa meningkatkan semangat belajar anak.
c. Dedikatif dan Konstruktif, guru adalah sosok yang bisa digugu lan ditiru, bukan guru yang diguyu lan ditinggal turu (ditertawakan dan ditinggal tidur). Guru menghadapi anak didik laksana orang tua menghadapi anaknya sendiri. Guru harus berusaha sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik untuk anak didiknya. Guru tidak boleh sekali-kali meng-kambinghitam-kan anak didik karena rendahnya kualitas pembelajaran. Para guru harus menghayati ungkapan yang dikatakan John Dewey: ”Tidak ada anak didik yang tidak bisa dididik, yang ada adalah pendidik yang tidak bisa mendidik”.
2. Kepala Sekolah harus Mahal
Kepala sekolah mempunyai sumbangsih yang sangat besar atas keunggulan suatu sekolah. Tidak pernah ada ceritanya sekolah yang bagus dan berkualitas, memiliki kepala sekolah yang bermutu rendah. Sekolah yang bermutu tinggi pastilah memiliki kepala sekolah yang juga bermutu tinggi. Oleh karena itu untuk memilih sekolah yang bagus, lihatlah terlebih dahulu, apakah sekolah tersebut dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang hebat.
Ciri-ciri kepala sekolah yang mahal:
a. Organisator bukan kompor, kepala sekolah harus menguasai teknik-teknik leadership (kepemimpinan), management, staffing (pengangkatan anak buah) dengan baik dan benar selain memiliki kepribadian yang bagus, disiplin, berwibawa, dan dedikatif. Sebab kepala sekolah menjadi top figur yang harus ideal bagi guru, pegawai, dan siswa. Bukan sosok yang bisa mengatur orang lain tapi ia sendiri melanggar atas aturan yang dibuat oleh dirinya sendiri.
b. Motivator bukan provokator, kepala sekolah harus bisa memberikan motivasi terhadap lingkungan sekolah dengan mengadakan pendekatan terhadap perbaikan pengajaran dengan empat aspek: disiplin, prestasi, sikap, dan kepribadian. Sehingga semua komponen sekolah ikut proaktif membangun sekolah. Jangan menjadi kepala sekolah yang menyiram air dalam kobaran api.
c. Supervisor bukan komentator, melakukan pemantauan dan evaluasi secara kontinyu. Menjadi pimpinan yang selalu mengawal dan mendampingi efektifitas sekolah, bukan pimpinan yang hanya bisa menilai dan menyalahkan orang lain. Sebagaimana ungkapan John Dewey: ”Tidak ada guru yang tidak bisa mendidik, yang ada adalah kepala sekolah yang membuat guru tidak bisa mendidik”.
3. Sarana Pendidikan harus Mahal
Sarana penddidikaan adalah media belajar yang bisa menunjang terhadap pembelajaran sesuai dengan fungsinya. Keberadaan sarana belajar di sekolah harus:
a. Lengkap sesuai dengan kebutuhan, lengkap berarti mencukupi sebagai sarana belajar, berfungi dengan baik sesuai dengan kebutuhan pendidikan di sekolah dan tidak harus mahal.
b. Tepat guna sesuai kemampuan, tepat guna berarti sarana yang ada betul-betul berfungsi sebagai sarana belajar, jangan sampai keberadaan sarana memberatkan terhadap efektifitas belajar yang lain, jika tidak mampu mendapatkan sarana belajar yang lengkap bisa mencari atau menggunakan sarana belajar alternatif yang mudah, murah dan terjangkau.
4. Biaya Pendidikan harus Mahal
Yang dimaksud dengan sumbangan pendidikan harus mahal bukan berarti kita harus menaikkan uang Syahriyah bulanan dan menekan para oranng tua untuk membayarnya. Namun kita harus memastikan efektifitas dan efisiensitas uang pendidikan yang dibayarkan oleh orang tua siswa tersebut. Uang bulanan harus tepat sasaran kepada peningkatan kualitas belajar mengajar di sekolah. Yang dimaksud biaya yang mahal di sini terletak faktor kualitas pendidikan dan faktor manusia yang menjalankan pendidikan di dalamnya. Dengan gaji yang tidak banyak itu kepala sekolah, para guru, pegawai sekolah dan siswa dengan semangat terus menerus melaksanakan belajar mengajar demi terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mahal.
5. Sumbangan Orang Tua dan Masyarakat harus Mahal
Selain faktor-faktor dari dalam institusi sekolah, yang tidak kalah penting adalah faktor dari luar sekolah, yaitu dukungan dari orang tua siswa dan dukungan dari masyarakat. Karena tanpa adanya kepercayaan dan dukungan penuh dari mereka, sebesar apapun sekolahnya, selengkap apapun fasilitas sarana belajarnya hal itu akan menjadi sia-sia.

Pendidikan memang Harus Mahal
Para orang tua dihimbau agar mempunyai perhatian seimbang terhadap konsumsi perut (pangan) anak-anak mereka dan konsumsi untuk otaknya (pendidikan). Perhatian terhadap pendidikan anak tidak hanya sebatas yang penting mereka bisa sekolah, berangkat pagi pulang siang atau sore. Namun kita juga dituntut untuk memperhatikan proses pendidikan yang sedang mereka tempuh. Apakah setelah pulang sekolah mereka membuka lembar pelajaran kembali (muthola’ah)? Selain itu, kita juga dianjurkan untuk memperhatikan lembaga pendidikan yang meng-inject otak anak-anak kita dengan ilmu pengetahuan. Apakah sekolah tersebut betul-betul bisa dipercaya untuk membuat anak-anak kita menjadi seperti yang kita harapkan? Apakah sekolah yang kita percayai tersebut mempunyai sistem yang bagus yang dapat mengantarkan anak-anak kita menjadi generasi bangsa yang berkualitas.
Untuk mencetak generasi yang berkualitas maka pendidikan bagi anak-anak kita juga harus berkualitas. Pendidikan tersebut harus bermutu tidak asal-asalan. Dengan kata lain pendidikan tersebut harus mahal dan tidak murahan. Sebab, walau dengan input yang murah namun diprosess dengan mahal, besar kemungkinaan outputnya juga akan menjadi mahal. Semoga.

KESALEHAN TERHADAP ALAM

Oleh: H. Salahuddin Wahid

Dalam Ramadhan kita banyak kesempatan untuk menikmati materi dakwah yang amat baik. Kebanyakan dakwah tersebut mendorong kita untuk meningkatkan kesalehan bersifat personal yang meliputi ibadah mahdhah (ritual) seperti shalat, tadarrus, selawat, dan mempelajari agama Islam.

Juga banyak materi dakwah tentang kesalehan sosial seperti menolong orang yang membutuhkan –baik materi, tenaga maupun pikiran, aktif dalam organisasi nirlaba dengan niat tulus.

Saya pernah membuat tulisan di Jawa Pos tentang kesalehan profesional , yaitu kesalehan dalam pekerjaan dan profesi.

Seseorang bisa mempunyai kesalehan personal dan kesalehan sosial, tetapi tidak mempunyai kesalehan profesional. Dia taat menjalankan ibadah mahdhah dan membantu orang lain serta masyarakat yang membutuhkan, tetapi dia menyalahgunakan kekuasaaan dan memanipulasi profesi untuk keuntungan pribadi/kelompok. Menurut saya kalau tidak mempunyai kesalehan profesional, kesalehan personal dan kesalehan sosial tidak punya nilai.

Kelalehan Terhadap Alam

Ada kesalehan lain yang perlu disampaikan dalam dakwah kita, yaitu kesalehan terhadap alam. Kesalehan ini hanya dikenal di kalangan yang amat terbatas. Apakah membahas kesalehan terhadap alam itu sesuatu yang wajar atau mengada-ada?

Islam mengajarkan kita untuk memelihara alam. Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 41; “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia , supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 56; “Dan, janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harapan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan”.

Rasulullah dalam pesan kepada tentara Islam yang akan berperang menekankan etika peperangan Islam yang juga mencakup larangan menebang pohon di tempat daerah kita memperoleh kemenangan, kecuali diperlukan.

Melakukan sesuatu yang berakibat timbulnya bencana –lonsong atau banjir- seperti menebang pohon secara berlebihan dan tidak menanmnya kembali, jelas dapat kita masukkan dalam tindakan yang dilarang oleh dua ayat di atas. Upaya mencegah terjadinya bencana yang berakibat fatal itu tentu juga bernilai ibadah.

Tindakan lain yang sering kita saksikan yang termasuk dilarang oleh kedua ayat di atas adalah sembarangan membuang limbah membahayakan dari industri atau RS. Kita saksikan bahwa banyak sungai yang airnya tidak aman lagi untuk digunakan. Tetapi jarang sekali kita mendengar dakwah yang menyentuh tindakan yang sebenarnya melanggar larangan agama itu.

Perubahan Iklim.

Salah satu isu utama internasional adalah perubahan iklim akibat pemanasan global. Ratusan ilmuwan dari berbagai negara terlibat dalam panel Pemerintah Antar Pemerintah Mengenai Perubahan Iklim (IPCC) yang menghasilkan pengkajian internasional paling komperehensif dan menyeluruh mengenai suatu pokok persoalan ilmiah yang pernah dilakukan. Tindakan mendesak diperlukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama CO2, guna mencegah terjadinya kerusakan lebih parah.

Kerusakan meluas akibat naiknya permukaan air laut dan semakin sering terjadinya gelombang panas, banjir dan kekeringan, akan terjadi dengan kenaikan sedikit suhu rata-rata dunia. Akibatnya, es di kutub mencair yang menyebabkan permukaan air laut naik beberapa cm pertahun. Dalam beberapa puluh tahun akan makin banyak daratan yang tergenang air.

Salah satu persyaratannya ialah bahwa penggundulan hutan tropis yang menjadi sumber dari 20 persen emisi gas rumah kaca harus dihentikan dalam satu atau dua dekade ini. International Energy Agency mengemukakan, tindakan yang kuat dan tegas perlu dilakukan guna mencegah agar emisi global CO2 tidak lagi meningkat.

Syukur sejumlah negeri Islam mempunyai kepedulian terhadap masalah itu. Oktober 2008 di Kuwait diselenggarakan pertemuan untuk membahas tema “Islam dan Perubahan Iklim” . Di Indonesia sejumlah ilmuwan Islam juga berupaya menumbuhkan kesadaran di kalangan ulama dan cendikiawan Islam Indonesia bahwa ajaran Islam amat memandang penting ikhtiar menjaga kelestarian alam seperti pesan (paling tidak) di dalam dua ayat di atas.

Persepsi Bersyukur

Sebagai khalifatullah fi al ardl kita harus menjaga kelestarian alam supaya tidak rusak dan tetap bermanfaat bagi anak cucu kita. Ternyata, kita tidak mampu menjaganya, yang berarti kita kurang mensyukuri alam Indonesia sebagai nikmat Allah. Padahal, para ulama dan cendikiawan muslim di Indonesia fasih sekali dalam menyampaikan ayat di dalam surat Ibrahim tentang pentingnya bersyukur.

Pesan ayat itu adalah; “apabila kamu bersyukur, akan ditambah kenikmatan itu dan apabila kamu tidak bersyukur , sungguh azab Allah itu sangat pedih”. Karena kita tidak bersyukur dengan tidak memelihara alam itu, kini kita bisa merasakan azab berupa banjir akibat alam yang rusak dan kesulitan air akibat pencemaran air. Persepsi kita tentang bersyukur perlu ditinjau kembali.

Pada 1950-an Indonesia mempunyai hutan seluas 152 juta ha. Jumlah itu turun menjadi 119 juta ha pada 1985 dan kini hanya sekitar 86 juta ha. Dalam 64 tahun luas hutan berkurang 66 juta ha atau 4,8 kali luas Pulau Jawa dan Bali. Kini baru ada sedikit kesadaran untuk menanami kembali hutan yang telah gundul itu.

Memang sudah ada kesadaran dari sejumlah ulama dan pesantren tentang pentingnya kesalehan terhadap alam. Sudah ada yang ikut dalam kegiatan menanam kembali hutan, tetapi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh serius untuk menumbuhkan kesadaran itu yang seluas-luasnya.

Jawa Pos, Jum’at 04 September 2009